Di luar gerbang, padang
rumput terbentang luas sejauh mata memandang. Terdapat pula jalan batu (yang sepertinya)
mengarah jauh tak terkira, tapi di samping itu, sepertinya tak banyak
tanda-tanda kehidupan masyarakat yang bisa kutemukan.
Terakhir kali aku melihat
pemandangan seperti ini adalah ketika aku pergi berjalan-jalan ke Hokkaido,
namun bahkan pengalaman itu masih kalah dengan indahnya langit biru tak
berujung, serta lautan rerumputan yang terbentang tak terhingga ini.
Satu-satunya alasan mengapa aku bisa menahan diriku untuk tidak berlari
berkeliling dan bersenda gurau hingga aku puas adalah karena aku tahu kalau
seseorang melihatku melakukan hal seperti itu, nama baikku sebagai seorang pahlawan
akan tercoreng lebih buruk dari sebelumnya.
“Tuan Pahlawan, tolong
tunggu sebentar. Area ini adalah rumah bagi para monster lemah. Kita harus
menggunakan kesempatan ini sebagai pemanasan sebelum menjadi lebih kuat.”
“Kelihatannya boleh juga!
Ini adalah kali pertamaku bertarung, jadi ayo lakukan yang terbaik!”
“Ya. Lakukanlah yang
terbaik, tuan.”
“Tunggu. Apakah kau tidak
akan membantuku?”
“Saya akan membantu anda.
Tapi sebelum itu, kurasa akan lebih baik kalau kita melihat seberapa kuat diri
anda sendiri.”
“Oh... kurasa masuk akal
juga.”
Kalau dipikir-pikir, Mine
mungkin saja sudah cukup berpengalaman, dan aku tak tahu apakah aku cocok
berada bersamanya. Kalau dia pikir monster di sini aman untukku memulai; aku
harus mempercayai keputusannya.
Kami bersusah payah
mengelilingi padang rumput ini, hingga akhirnya kami bertemu dengan suatu
makhluk oranye seperti balon... yang mencolok.
“Ah, itu ada satu. Dari
tampangnya, sebuah Orange Balloon. Tuan Pahlawan, berhati-hatilah... dia lemah,
tapi sangat agresif.”
Ada apa dengan
penamaannya? Makhluk itu terlihat seperti sebuah balon oranye, jadi mereka
memanggilnya Orange Balloon? Aku turut prihatin pada makhluk itu.
“Grah!”
Aku bisa merasakan hawa
kesigapannya secara nyata dari auman geramnya serta dua mata kecilnya yang
sangar. Segera setelah ia melihatku, ia langsung menyerangku.
“Semoga beruntung, Tuan
Pahlawan!”
“Baiklah!”
Ini adalah kesempatanku
untuk bersinar. Aku menyiapkan perisaiku dengan tangan kananku, lalu
membenturkannya ke si Orange Balloon.
*buk*
*toeng*
Makhluk yang kupukul itu
memantul ke belakang tanpa tergores. Tak kusangka makhluk itu sangat elastis!
Padahal aku yakin dia akan segera meletus...
Si Orange Balloon itu
menggeram dan menggigitku.
“Wah!”
*krang*
Gigitannya mengeluarkan
suara seperti benda keras, tapi aku tak peduli. Walaupun si Orange Balloon itu
mengunyah lenganku, tapi aku tak merasakan efek apapun. Kelihatannya terasa
seperti sebuah pelindung luka telah terpancarkan dari perisaiku dan
melindungiku.
Aku menatap Mine tanpa
berkata apapun.
“Anda pasti bisa
melakukannya!”
...Bisakah aku, mungkin?
Tentu aku tak menerima luka apapun, tapi aku juga tak memberikan luka. Aku
harus mengganti strategiku.
“HYA HYA HYA HYA HYA!”
Aku menyorakkan ilmu bela
diriku dan terus memukul Orange Balloon itu dengan tanganku.
Lalu, setelah lima
menit...
*dor*
Akhirnya meletus juga.
“Haa...haa...haa...”
Aku mendengar sebuah
suara, dan sebuah pesan bertuliskan aku telah mendapatkan 1 EXP pun muncul.
Bertarung segini kerasnya hanya untuk satu poin exp yang sangat sedikit...
benar-benar buruk. Makhluk-makhluk ini lebih kuat dari apa yang kukira. Apa
yang bisa kulakukan dengan tangan kosongku pun ada batasannya.
“Kerja bagus, Tuan
Pahlawan.”
Mine bertepuk tangan,
tapi kelihatannya sedikit dipaksakan.
Kemudian, aku mendengar
suara langkah kaki dari suatu tempat di kejauhan yang perlahan semakin jelas.
Aku menengok untuk melihat apa yang ada di sana, dan kulihat Ren beserta rekan-rekannya
berlari bersama dengan cepat. Sejenak aku ingin menyapa mereka, tapi aku tak mau
mengganggu orang-orang yang sedang berlari dengan ekspresi seserius itu.
Tiba-tiba, tiga Orange
Balloon muncul di hadapan mereka.
*wush*
Tanpa ragu, Ren melayangkan
serangan dengan pedangnya, meletuskan mereka satu demi satu.
Dia mengalahkan mereka
semua hanya dalam satu tebasan!? Seberapa tinggi nilai serangannya!?
“...”
Mine melambaikan
tangannya di depan wajahku untuk menyadarkanku dari lamunanku.
“Jangan terlalu
mengkhawatirkan hal tersebut, Tuan Pahlawan. Setiap Pahlawan punya caranya
sendiri untuk bertarung.”
“Terima kasih, Mine.”
Itu benar. Barusan saja
aku digunakan sebagai mainan kunyah untuk lima menit lamanya tanpa mendapat
sedikit pun luka. Sepertinya nilai pertahananku, setidaknya, sungguh sangat
tinggi. Dengan semangatku yang sedikit membara, aku menunduk dan mengumpulkan
barang yang dijatuhkan oleh Orange Balloon yang baru kukalahkan. Saat aku
mengambilnya, sebuah suara pelan mulai muncul dari perisaiku.
Menarik...
Perlahan kudekatkan kulit
balon itu ke perisaiku. Setelah keduanya bersentuhan, sebuah cahaya redup
bersinar, dan bahan sampah oranye tadi, terserap masuk ke dalam permata perisai
itu.
Kulit Balon Orange Balloon Didapatkan
Lalu aku sadar bahwa
Weapon Booknya sekarang menyala. Aku pun membukanya untuk melihat jikalau ada
perubahan, dan kulihat sebuah ikon untuk sebuah “Perisai Kecil Oranye” telah
muncul. Meskipun masih terkunci – kelihatannya aku harus mengumpulkan lebih
banyak bahan agar aku benar-benar bisa menggunakannya.
“Apakah itu adalah
kekuatan dari senjata legendaris?”
“Ya. Sepertinya benda ini
bisa menyerap sejenis bahan untuk membuka bentuk lainnya.”
“Hmm begitu...”
“Lalu, apakah kulit balon
itu berharga?”
“Kalau anda beruntung,
anda mungkin bisa menjualnya untuk satu koin perunggu satunya.”
“...dan berapa banyak
koin perunggu untuk satu koin perak?”
“Seratus.”
Oh, yah. Aku juga tak
mengharapkan lebih dari benda ini.
“Lagi pula, anda akan
terus lanjut, kan?”
“Kurasa begitu.”
Dua lagi Orange Balloon
menghampiri kami saat kami sedang berbincang-bincang. Akan tetapi, Mine
mengeluarkan pedangnya dan menyerang mereka dengan dua tebasan cepat, nan
elegan. Balloon-balloon itu bahkan tak bisa berkutik sedetikpun.
Tidak mungkin... bahkan
Mine...?
Ini adalah hari keduaku
sebagai Pahlawan resmi di dunia paralel, dan setelah hanya lima menit
bertempur, aku kini telah mengerti posisiku. Akhirnya aku mengerti betapa
lemahnya aku – atau lebih tepatnya – perisai ini.
...Mungkin mulai sekarang
akan lebih baik kalau menyerahkan pertempurannya kepada Mine.
“Oke, rencana baru. Kau
menyerang dan aku akan bertahan. Mari kita lihat seberapa jauh yang bisa kita
capai.”
“Roger!”
Mine langsung
menyetujuinya. Setelah itu, kami berjalan mengarungi padang rumput hingga matahari
hampir terbenam, membunuh setiap Balloon yang kami temui. Sepertinya, mereka
terdiri dari berbagai macam warna, sejak awal kami bertemu Orange Balloon
biasa, setelahnya kami juga bertarung dengan beberapa Yellow Balloon.
“Di depan sana ada monster
yang lebih kuat, tapi saya pikir mungkin kita seharusnya kembali ke kota sebelum
gelap.”
“Aww, tapi aku ingin
terus bertarung beberapa kali lagi...”
Karena aku tak mendapat
luka apapun, menahan serangan para Balloon sangatlah mudah. Aku merasa seakan
aku bisa terus melanjutkannya seharian.
“Saya mengerti perasaan
anda, Tuan Pahlawan, tapi saya harap kita bisa berkunjung ke toko senjata
sekali lagi sebelum mereka tutup. Jika anda membelikanku perlengkapan yang
lebih bagus, dengan mudah kita bisa melaju lebih jauh dari saat ini.”
“...Kurasa aku tak punya
pilihan lain kalau kau bilang begitu.”
Tapi apakah benar tak apa
untuk berhenti di sini, padahal sebentar lagi aku naik level? Aku telah
memenuhi persyaratan bahan material untuk perisai kecil Oranye dan Kuning, jadi
sekarang yang perlu kulakukan hanyalah mendapatkan sedikit lagi pengalaman dan
aku akan bisa menggunakannya.
(Omong-omong, aku terus
mengumpulkan barang jatuhan dari balloon walaupun aku telah memenuhi
persyaratannya. Barang-barang ini mungkin hanya seharga satu koin perunggu,
tapi hei, uang tetaplah uang!)
Pada akhirnya,
bagaimanapun, Mine bersikeras kembali, terpaksa kami menghentikan petualangan
kami di tengah jalan dan kembali ke kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar