「Kota Pertama, Ruberiete」
Bagian 1
“Saya mengerti
mungkin ini terlambat, namun izinkan saya memperkenalkan diri, nama saya Rita
Farren. Saya adalah pelayan dari Lauren Roberts, anak perempuan dari kediaman
bangsawan Ruberiete.”
Sembari mengendarai
kereta kudanya, Rita sedikit menganggukkan kepalanya sebelum berbicara
kepadaku. Mata cokelatnya terpaku padaku. Sebenarnya, dia telah menunggu
semacam perkenalan diri.
“Hmm, aku adalah
seorang pengelana. Kau bisa memanggilku Arc.”
Aku memperkenalkan
diriku dengan kasar dan kembali memperhatikan jalannya. Tentu saja nama itu
adalah nama karakter gameku. Dalam tubuh ini, kurasa menggunakan identitas itu
adalah tindakan yang paling cocok.
Namun tetap saja,
aku tak percaya gadis dalam kereta ini adalah seorang bangsawan. Meskipun aku
telah berencana untuk tak terlalu menampakkan diri, kurasa rencanaku kini
berada dalam ambang kehancuran. Aku harus cepat membuat pergerakan, atau aku
akan terlibat dalam masalah lainnya.
“Arc-sama, apakah
mungkin tujuan anda adalah Rhoden?”
Rhoden? Apakah
Rhoden adalah sebuah wilayah? Atau sebuah negara? Aku tak tahu. Nama itu tak
pernah disebutkan di dalam game.
“Tidak, sebagai
seorang pengelana, aku hanya mengembara. Jadi menentukan suatu tujuan......
akan mencegahku untuk bepergian jauh.”
Sembari
mengatakan jawaban yang pas, aku menatap bukit yang bermandikan cahaya petang,
berharap akan membuat hawa yang menenangkan.
“Benarkah begitu?
Kami sedang menuju ke kota Rubierute, yang dikuasai oleh ayah Lauren Ojou-sama.
Buckle-sama pasti akan senang mendengar pemberantasan bandit ini, jadi apakah
anda berkenan ikut dengan kami menuju kediamannya?”
Tipu muslihatmu
menggunakan ayah yang khawatir sungguh cerdik, kau bahkan bisa mengeluarkan
kata-kata hangat dan senyum yang ramah itu.
Akan tetapi, aku
akan menolak ajakan tersebut. Tak ada untungnya bagiku untuk bertemu seorang
pemimpin feodal.
Lagian, aku tak
bisa melepaskan helmku. Aku tak bisa menyambut seorang aristokrat sambil
menggunakan helm ini. Bahkan di waktu modern, kau tak bisa bertemu dengan
seorang gubernur sambil memakai sebuah topeng penutup muka. Faktanya, di
duniaku, kau bahkan tak bisa berbicara dengan seorang kasir toko dengan
menggunakan masker.
Aku harus
menggunakan segala upaya untuk menghindari pertemuan ini.
“Aku hargai
tawaranmu, tapi penghargaan bukanlah hal yang aku incar. Perasaanmu saja sudah
lebih dari cukup.”
“Tak mendapat
apa-apa, bahkan setelah menyelamatkanku dan Ojou-sama...... Buckle-sama pasti
akan kecewa dengan hal ini......”
Dia mengatakannya
dengan memaksa. Aku dalam keadaan yang tak menguntungkan. Ekspresi wajahnya
mengatakan bahwa dia takkan menyerah hingga aku mendapatkan sebuah hadiah atau
semacamnya. Aku harus memikirkan sesuatu. Tapi apakah ada sesuatu yang bagus
untuk kukatakan......
“Baiklah, sebagai
seorang pengelana, aku akan sangat berterima kasih untuk sesuatu yang akan
memudahkan perjalananku.”
“Berkelana......,
ah, anda bisa mengambil ini jikalau mau. Hanya para bangsawan yang bisa
menggunakan paspor perak, jadi aku hanya mempunyai yang perunggu. Menunjukkan
benda ini dalam suatu wilayah, mestinya akan mempermudah masalah yang anda
hadapi saat berkelana.”
Dari sebuah
kantung di dada dia mengeluarkan selembar perunggu yang sedikit lebih kecil
dari sebuah kartu bisnis. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk memberikannya
kepadaku, yang sedang menunggangi kuda.
Aku menerimanya,
dan kusadari sebuah lambang keluarga di tengahnya yang bertuliskan dengan
sesuatu di sekitarnya.
“Terima kasih
banyak.”
Aku berterima
kasih kepadanya, sebelum menaruhnya ke dalam kantung berisikan barang lainnya.
Saat aku melakukannya, dia berkata.
“Arc-sama, saya
bisa melihat Rubierute.”
Saat kulihat ke
arah suaranya, tampak sebuah kota dari kejauhan.
Air dari sungai
mengalir di sekitar perbatasan kota, disalurkan melalui sebuah parit besar.
Mungkin lebar
paritnya sekitar 3 meter?
Sebuah ladang
gandum terbentang di salah satu bagian parit, dan saat angin berhembus, sebuah
gelombang gandum terbentuk. Ladang tersebut juga dikelilingi oleh sebuah parit
kecil tersendiri.
Dinding kotanya
terlihat terbuat dari batu yang kokoh, dengan tinggi mungkin 5 meter? Jika kau
bandingkan dengan sebuah dinding kastil mungkin terlihat kurang meyakinkan,
tapi untuk sebuah kota, dinding ini sudah cukup kokoh.
Aku penasaran
apakah kota sebesar ini di zaman pertengahan seperti ini sudah biasa?
Gerbang kotanya
terlihat lebar 5 meter, dan menara pemantau dibangun di kedua sisinya. Di sana
terdapat beberapa penjaga di dasar menara, penjaga yang berdiri dan melihat
sekeliling. Di depan gerbang, terdapat sebuah jembatan batu, namun itu bukanlah
sebuah jembatan kerek yang biasa kulihat dalam game.
Kl〜ing, Kl〜ing.
Dari tengah kota
sebuah lonceng malam berdering, menggema di sekitar hingga terdengar dari sini.
“Arc-sama, tadi
adalah lonceng penutupan gerbang. Kita harus bergegas.”
Meski lonceng
penutupan gerbang telah berbunyi, gerbangnya tidak langsung tertutup. Sebelum
gerbangnya menutup, kami harus membuat kereta kudanya mendekat ke gerbang.
Meskipun karena ini adalah kereta kuda milik pemimpin feodal, mereka pasti akan
membuka gerbangnya lagi, namun itu adalah pekerjaan yang merepotkan bagi para
penjaga.
Kelihatannya kami
berada di gerbang sebelah Timur. Lalu aku melihat semua penjaga telah berdiri
di sekitar dengan membawa tombak.
Salah satu
penjaga menyadari wajah Rita, dan mulai berlari mendekati kami.
“Rita-dono! Siapa
dia?! Apa yang terjadi dengan para pengawal dan Tuan Maudlin!?”
Satu demi satu
penjaga bertanya-tanya. Penjaga yang berlari mendekati kami mungkin adalah
kaptennya karena hanya dialah yang mengenakan sebuah helm.
“Di jalan sana
kami disergap oleh bandit, sekitar satu jam yang lalu. Sayang sekali,
Maudlin-sama dan pengawal lainnya tumbang di tangan para bandit. Arc-sama
muncul dan berhasil membunuh bandit yang tersisa.
“Apa!?”
Kapten penjaga
itu menatap di antaraku dan Rita dengan ekspresi heran. Setelah mendengar
ceritanya, penjaga yang lain menjadi ribut.
“Kami telah
mengamankan tubuh Maudlin-sama dan pengawal lainnya, aku memintamu untuk
membawa mereka kembali. Aku akan membawa Ojou-sama kembali ke rumah, dan melapor
ke Buckle-sama.”
“Siap! Saya akan
segera menyiapkan sebuah unit pengumpul mayat. Kami meminta anda untuk
mendapatkan izin bertindak dari Buckle-sama.”
Setelah memberi
hormat, si kapten mulai berlari dan memberikan perintahnya.
Setelah Rita
melihatnya, dia turun dari kursi kusir dan menunduk padaku lagi.
“Arc-sama, sekali
lagi terima kasih untuk kali ini dan sebelumnya. Jikalau ada sesuatu yang anda
butuhkan, mohon kunjungi kediaman tuan kami dan tanyakan pada pelayan pribadi
Ojou-sama, Rita Farren. Saya berjanji, saya akan membantu anda sebisa mungkin.”
“Aku mengerti.
Apakah kau tahu di mana aku bisa menjual kuda-kuda ini dengan harga yang
bagus?”
Aku mengatakannya
sambil menunjuk ke arah barisan kuda yang kuambil dari para bandit. Mengambil
keenam kuda itu tak usah ditanyakan lagi. Aku akan menjual mereka, tapi aku tak
tahu di mana untuk menjualnya.
“Kalau
perdagangan kuda, di sana ada sebuah tempat bernama kandang Danto di dekat
gerbang Timur. Kurasa anda akan segera dilayani jika anda menyebut nama saya.”
“Baiklah, kalau
begitu, jaga diri kalian.”
Masuk dari
gerbang Timur, dia menuntun kereta kudanya ke jalur kiri, sedangkan aku ke
jalur kanan yang tadi ia tunjukkan.
Tempat yang aku
kunjungi adalah sebuah bangunan dari kayu dengan sebuah kandang di sampingnya. Tanda
tokonya, yang diukir dengan sebuah gambar kuda, terpampang. Setelah mengikatkan
kuda-kudanya di pos terdekat, aku memasuki kandang yang di dalamnya terdapat
seorang lelaki. Lelaki tersebut tidak tinggi, mungkin hanya sekitar 160
sentimeter, dan mempunyai perawakan yang kekar. Dia juga botak dan mempunyai
sebuah jenggot yang tumbuh hingga ke dadanya.
“Permisi, aku
ditunjukkan ke tempat ini oleh Rita dari kediaman Rubert. Aku ingin menjual
beberapa kuda.”
Saat kukatakan
pada lelaki tersebut apa yang kuinginkan, dia sedikit terkejut, namun setelah
melihat dengan cepat dari kepala hingga ujung kaki, dia tersenyum.
“Kalau benar
begitu. Saya adalah pemilik kandang ini. Apakah anda memiliki sebuah surat
pengenal, Danne-sama?”
Pemilik kandang
memasang tampang bertanya-tanya, mencoba untuk mengetahui maksud dari
perkataanku. Aku tak tahu apakah aku salah sebut, tapi ini adalah suatu tempat
yang disarankan oleh seorang pekerja pemimpin feodal. Karena hubungan itulah,
harus ada kepercayaan.
“Ojou-sama
kediaman Rubert telah diserang oleh para bandit. Aku datang membantu mereka.
Keenam kuda bandit tersebut adalah jarahan pertempuran. Kau lihat?”
“Apa!
Lauren-sama!? Diserang oleh para bandit yang menggunakan 6 kuda...... Paman ini
tak mendengar sesuatu seperti itu...... Akan tetapi, mari lihat dulu
kuda-kudanya.”
Danto mengikutiku
ke luar sembari mengelus jenggotnya, untuk melihat kuda yang telah kuikat. Dia
mengabil sebuah lampu dari meja depan dan melihat ke arah setiap kuda sekali.
“Aku akan
membayar 45 suk untuk yang satu ini, 30 suk untuk yang lain, dan 1 suk untuk
semua pelananya.”
Aku tak mengerti
satuan unitnya ataupun harganya, tapi mungkin itu sudah cukup untuk menutupi
biaya perjalananku. Aku mengangguk dengan jumlah yang ditawarkan, terima kasih
karena full body armor ini menutupi pikiran di dalamku.
“Terima kasih
banyak. Karena kami harus membayarnya dalam emas, mungkin akan makan sedikit
waktu. Hey, bocah! Masukkan kuda-kuda ini ke dalam!”
Setelah dia
membungkuk, dia berteriak ke belakang kandang. Dua bocah keluar dari kandang
dan membawa kudanya bersama mereka.
Setelah menunggu
beberapa saat, si manajer muncul lagi dengan sebuah tas besar. Kami membawa tas
tersebut ke sebuah meja jadi aku bisa memastikan isinya. 10 keping emas dengan
ukuran koin 1 yen tertumpuk. Kelihatannya suk adalah satuan untuk koin emas. Di
dalamnya terdapat 19 tumpukan emas dan 6 tumpukan perak seluruhnya.
“Semuanya 196
suk, anda bisa memeriksanya sendiri.”
Kuhitung jumlah
pastinya, dan kujatuhkan beberapa koin ke atas meja untuk melihat apakah mereka
jatuh pada saat yang sama. Sepertinya tak ada masalah.
Kutaruh kembali
mereka ke dalam kantung yang kupunya. Aku merasa bobotnya menjadi berisi.
Meskipun koin emasnya kecil, bobot mereka sekitar satu koin 500 yen. Walau aku
yakin itu bukan emas murni, uang ini masih saja berat.
“Terima kasih
atas kerja samanya. Omong-omong, apa kau tahu di mana penginapannya?”
“Sebuah
penginapan ya? Di sana ada tempat Mara di jalan utama di dekat pusat kota...
Apakah Tuan belum mendapat penginapan yang cocok untuk tinggal?”
“Aku seorang
pengelana, jika ada sebuah tempat untuk berbaring, itu sudah cukup buatku.”
Aku berterima
kasih pada manajer kandang dan mulai berjalan ke arah pusat kota. Hari telah
benar-benar malam dan wilayah sekitar diselimuti dengan kegelapan. Terkadang,
aku dapat melihat orang berjalan tergesa-gesa, namun jumlahnya semakin
berkurang seiring waktu berlalu. Akan tetapi, setiap ada orang yang lewat,
mereka terkagum. Tak dapat dipungkiri, seorang lelaki mengenakan full body
armor sedang berjalan-jalan di malam hari pasti menakutkan.
Aku menemukan
sebuah jalanan padat sekitar 10 meter dari pusat kota. Di kota Rubierute,
nampaknya gerbang hanya terdapat di bagian Timur dan Barat. Akan tetapi,
jalanan di sebelah Selatan kelihatannya tidak terhubung dengan jalan utama.
Bangunan kayu
dua-lantai berjejeran di samping jalan, dan beberapa toko memancarkan cahaya.
Tempat di mana terdapat ukiran gentong di tandanya mungkin adalah sebuah bar,
karena aku dapat mendengar keributan dan keriuhan dari orang-orang di dalamnya.
Aku mencoba untuk
memanggil seorang pemabuk yang berada di luar bar.
“Hey, aku sedang
mencari tempat Mara. Kau tahu di mana itu?”
“Tuan Kesatria
Be-bercahaya, I-itu Itchu adalah bangunan di sana!”
Tertelan dalam
dunianya sendiri, dia menunjuk ke sebuah bangunan di seberang jalan. Aku
berterima kasih ke lelaki itu lalu masuk ke dalam bangunan di mana suara
lonceng pintu berbunyi. Suaranya membuat seorang pria paruh baya muncul di
balik counter. Pria tersebut membuka matanya lebar ketika dia melihatku dan
mendekat.
“Wah, wah, wah,
seorang kesatria ada di sini! Ada urusan apa anda datang ke penginapan kecil
ini?”
“Hm, aku kemari
untuk menyewa satu ruangan untuk menginap.”
“Eh!? Se-seorang
tamu? Di penginapanku?!”
Si penjaga
penginapan sangat terkejut, dilihat dari suaranya yang melengking beberapa
saat. Yah, lagian penampilan luarku adalah seorang kesatria. Ketika aku
menunjukkan persetujuan, si penjaga penginapan dengan canggung menyerahkan
kunci kamarnya.
Harga untuk satu
malamnya adalah satu keping perak. Kayu bakar dan makanannya seharga 1 suk
(koin perak) per buahnya. Kau diharuskan untuk menyetel sendiri perapiannya dan
memasak makananmu sendiri, sungguh penginapan yang murah. Di Jepang, makanannya
sudah termasuk dengan menginap, konsep dari biaya yang terpisah adalah budaya
dari Barat.
Aku menaiki
tangga di samping counter ke lantai dua. Ketika aku memasuki ruangan yang
dimaksud, di sana hanya terdapat sebuah jendela kayu kecil, dan kasur yang
tipis. Kutaruh lampu yang kudapat di sudut jendela, lalu aku duduk dan menarik
napas.
Secara fisik, aku
baik-baik saja, tapi secara mental aku kelelahan hari ini.
Aku sama sekali
belum makan apa-apa seharian, tapi aku tak merasa lapar. Aku benar-benar tak mengerti
bagaimana kerja tubuh ini. Mungkin bisa saja aku tak membutuhkan tidur, tapi
lagi pula, mari kita coba.
Karena penginapan
ini tak punya penjaga, sebaiknya aku tak melepaskan armorku. Akan buruk jikalau
ada orang yang menyerangku saatku tertidur.
Aku mematikan
lampunya, dan terbaring di kasur dengan punggungku menghadap dinding. Kututup
mataku dan kusilangkan tanganku.
Apakah mataku
tertutup? Sembari terus mempertanyakan hal semacam itu, malam terus berlalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar