Selasa, 14 Maret 2017

Tate no Yuusha no Nariagari: Volume 1 Chapter 9 (Bahasa Indonesia)

Sesuatu yang Disebut Budak

Satu, dua tiga...
Dua Minggu dan aku hanya dapat 40 koin perak. Sepertinya, aku mengumpulkan sedikit lebih banyak dari uang yang aku lemparkan ke pahlawan tombak berengsek itu dulu. Ini semua tak masuk akal. Tempat yang bisa kutuju dengan nilai seranganku yang seperti ini sangat terbatas. Tapi  aku masih tetap mencoba untuk pergi ke hutan karena tahu aku takkan mendapat sedikitpun luka.


Apakah itu Red Ballooon?
Ketika Balloon itu kupukul dengan tangan kosong, aku menerima sedikit kejutan sama seperti saat memukul sebuah kaleng. Bahkan setelah 30 menit bergelut dengannya, monster itu bahkan sama sekali tak sekarat. Aku sudah muak dan lekas pergi dari hutan itu.
Intinya, aku tak bisa bertarung melawan monster apapun yang ada di luar padang rumput itu.


Omong-omong, setelah dua minggu berlalu, sekarang aku level 4. Tapi aku tak tahu seberapa banyak pahlawan berengsek lainnya sudah naik level. Red Balloon itu masih berusaha menggigit lenganku, mencoba untuk mengunyahnya. Mungkin aku harus coba memukulnya lagi.

BRAK!


“Hah...”

Percuma. Kekuatan seranganku terlalu lemah. Karena seranganku tak berdampak apa-apa, aku tak bisa mengalahkan monster apapun. Dan karena aku tak bisa membunuh satupun, aku mendapat 0 poin experience. Dan dengan 0 poin experience, aku tak bisa meningkatkan kekuatan seranganku. Sungguh siklus yang memuakkan.


Kini aku tengah berjalan dari kedai menuju ke padang rumput melalui gang-gang kecil kota . tapi, hari ini sedikit berbeda dibandingkan hari-hari lainnya.

“Kelihatannya anda sedang mengalami kesulitan.”
“?”

Seorang pria aneh yang mengenakan sebuah jas berekor dan sebuah topi, yang kelihatannya terbuat dari kulit, menghentikanku. Pria kaya yang mencolok ini mengenakan semacam – bagaimana aku menyebutnya? – sepasang kacamata yang sangat besar. Dia sungguh pria yang aneh. Dia menunjukkan sosok yang sangat berlawanan dari jaman pertengahan. Mungkin hal yang terbaik adalah mengabaikannya saja.

“Aku tak punya sumber daya manusia yang memadai.”

Tebakannya benar! Dia bisa melihat dengan jelas kelemahanku.

“Aku tak bisa mengalahkan monster apapun.”

Orang seperti dia adalah tipe orang yang akan terus melanjutkan perbincangan yang tak diinginkan.

“Jika itu adalah masalah anda, saya punya solusi untuk anda, tuan yang baik hati.”
“Dan sekarang kau akan menawarkanku suatu pelayanan perusahaan padaku, kan?”

Aku tak punya waktu atau kekayaan untuk memanjakan seorang pecundang yang hanya mengincar uangku saja.

“Rekan? Tidak, bukan itu, kami tak menyediakan pelayanan yang merepotkan seperti itu.”
“Huh... Lalu apa yang kau tawarkan?”

Pria itu menghampiriku dengan cepat sembari bertanya.

“Apakah anda tertarik?”
“Jangan terlalu dekat denganku! Itu menjijikkan.”
“Hu hu hu, saya suka tatapan mata anda. Baiklah akan saya beri tahu!”

Pria kaya ini berteriak dengan nada menguji sembari mengayunkan tongkatnya.

“Tentu saja, seorang budak.”
“Seorang budak?”
“Ya, seorang budak.”

Perbudakan adalah sebuah sistem di mana manusia dipaksa untuk bekerja dan dianggap sebagai sebuah benda yang bisa diperjualbelikan. Kehendak para budak direnggut; hak asasi mereka dirampas seperti hak untuk meninggalkan tuannya, meminta upah, dan menolak untuk bekerja. Kurasa, itulah apa yang tertulis dalam sebuah halaman di Wikipedia.
Jadi di dunia ini ada perbudakan. Wow.

“Mengapa kau pikir aku membutuhkan seorang budak?”
“Untuk mendapatkan seseorang baik yang kompeten maupun setia.”

Kedut...

“Kami telah memasangkan sebuah kutukan yang akan menyiksa si budak hingga mati jikalau mereka berani berkhianat pada anda.”
“Huh...”

Sangat menarik. Mati karena ketidakpatuhan. Seseorang yang tidak berpikir sembarangan untuk memanfaatkanku adalah apa yang sangat kubutuhkan. Aku punya kekuatan serangan yang rendah, jadi aku ingin memiliki rekan berpetualang. Tapi mereka semua hanyalah orang mata duitan yang tak setia. Lagi pula, aku tak bisa membayar biaya hidup mereka. Tapi budak tidak akan pernah mengkhianatimu. Karena pengkhianatan berarti kematian.

“Bagaimana jawaban anda?”
“Mari kita lihat-lihat dulu.”

Menyeringai, si pedagang budak itu menunjukkan jalannya padaku.


Kami berjalan melalui lorong gelap untuk beberapa saat. Sepertinya negeri ini juga punya sisi gelapnya sendiri. Menunduk ke dalam sebuah sisi gang tersembunyi yang gelap, kami tiba di sebuah tenda yang terlihat seperti tenda sirkus.

“Mari ikuti saya, Tuan Pahlawan.”
“Aku di belakangmu.”

Si pedagang budak itu berjalan dengan mengerikan. Bagaimana aku menggambarkan langkahnya? Lagian juga langkahnya terlalu panjang untuk disebut sebuah lompatan. Lalu, seperti yang sudah kuduga, si pedagang budak itu menuntunku masuk.

“Sekarang, untuk jaga-jaga aku akan mengatakan ini. Kalau kau berani macam-macam padaku...”
“Itu pasti sesuatu yang disebut ‘Pelepas Balloon’ yang membuat anda terkenal di kota. Apakah anda berencana untuk kabur di tengah keributan?”

Huh... Jadi sekarang mereka menyebutnya dengan panggilan semacam itu. Yah, cara itu cukup efektif untuk menghukum para idiot itu. Jadi ketenaran itu cukup bisa dimengerti.

“Ada seorang pelanggan yang ingin memperbudak seorang pahlawan. Jadi saya berusaha untuk mendekati Tuan Pahlawan dengan peluang yang terbuka itu, tapi saya berubah pikiran. Oh ya.”
“?”
“Anda punya kualitas yang bagus sebagai seorang pelanggan, baik itu sisi baik atau jahat.”
“Apa maksudmu?”
“Entahlah? Menurut anda?”

Aku tak bisa memahami pedagang budak ini. Apa yang dia harapkan dariku?

KRENCANG!

Gerbang berat terbuka dari dalam tenda sirkus.

“Huh...”

Di dalamnya tersebar sedikit bau tak enak di udara. Karena bau kuat dari hewan-hewan buas, aku bisa langsung tahu kalau lingkungan di sini tidaklah bersih. Dengan begitu banyaknya kandang, bayangan makhluk mirip manusia bergeliangan.

“Jadi, inilah salah satu yang saya sarankan.”

Aku mendekat ke kandang dan memeriksa apa yang ada di dalamnya.

“Grrrrrrr... GROAA!”
“Itu bukan manusia.”

Di dalam kandang itu sesosok makhluk yang sebagian menyerupai manusia dengan bulu, taring dan cakar.

“Ini adalah seekor beastman, tergolong sebagai sesosok humanoid, setidaknya.”
“Huh, seekor beastman.”

Sebuah spesies yang sering di ceritakan dalam fantasi, walau seringnya sebagai monster musuh.

“Aku seorang pahlawan yang dipanggil dari dunia paralel, jadi aku tak terlalu mengerti tentang dunia ini. Katakan padaku lebih banyak lagi.”

Seperti para pahlawan berengsek lainnya, aku sangat awam saat baru tiba di dunia paralel ini. Tak diragukan lagi, aku ingat beberapa orang di kota punya telinga anjing atau kucing. Dan karena mereka jarang ditemui, aku sedikit merasa berfantasi ketika melihat mereka.

“Kerajaan Melromarc punya semacam hukum superior untuk manusia, yang membuat para demi-human dan beastman kesulitan untuk tinggal di sini.”
“Huh...”

Walau aku yakin aku pernah melihat spesies mereka di sekeliling, mereka hanyalah pedagang keliling atau petualang gelandangan. Dengan kata lain, mereka dikucilkan dari masyarakat dan tak bisa mendapat pekerjaan yang layak.

“Jadi, apa itu demi-human dan beastman?”
“Demi-human adalah mereka yang rupanya mirip dengan manusia, tapi mereka punya beberapa perawakan dan sifat yang bukan manusia. Beastman adalah mereka yang bahkan lebih tak menyerupai manusia daripada demi-human. Oh ya.”
“Aku mengerti, jadi mereka masuk dalam kategori yang sama.”
“Betul sekali. Dan karena para demi-human dianggap berkerabat dekat dengan para monster, mereka kesulitan hidup di negeri ini. Akhirnya, mereka sering dijadikan sebagai budak.”

Setiap dunia punya sisi gelapnya masing-masing. Dan tempat ini, yang sangat tahu dengan kepribadian makhluk non-manusia, tak ada lagi makhluk yang lebih mudah dimanfaatkan selain mereka.

“Dan anda bisa menghukum seorang budak.”

Si pedagang budak itu menjentikkan jemarinya. Sebuah lingkaran sihir muncul di tangannya sembari sebuah lingkaran yang sama yang tertanam di dada werewolf itu mulai bersinar.

“GRAAARRR! GHAAAAA!”

Werewolf itu menahan dadanya dan meringkuk kesakitan. Ketika si pedagang budak itu menjentikkan jemarinya lagi, lingkaran sihir itu menghilang.

“Dengan satu perintah sederhana, seperti yang anda lihat.”
“Sebuah mantra yang sangat praktis.”

Aku berbisik, melihat ke werewolf yang terjatuh di belakangnya.

“Bisakah aku menggunakannya juga?”
“Tentu saja. Anda juga bisa mengubah pemicu perintahnya, jadi anda tak perlu lagi menjentikkan jemari anda! Pemicunya juga bisa diaktifkan pada saat keadaan tertentu.”
“Jadi begitu...”

Mantra tersebut punya cara yang praktis.

“Akan tetapi, diperlukan sebuah ritual untuk memasukkan tanda lahir dari tubuh anda ke dalam mantra tersebut.”
“Jadi mantra tersebut takkan tertukar dengan milik orang lain?”
“Kecerdikan anda dalam hal seperti ini sungguh saya hormati.”

Si pedagang budak itu menyeringai seram. Sungguh orang yang aneh.

“Omong-omong, berapa harganya?”
“Seperti yang anda tahu, werewolf ini berasal dari spesies yang kuat...”

Kalau berhubungan dengan uang, aku yakin sudah banyak rumor beredar tentangku.

“Menurut anda bagaimana kalau 15 koin emas?”
“Aku tak tahu harga pasarannya... Tapi, aku yakin kau memasang harga yang cukup tinggi?”

1 koin emas sama dengan 100 koin perak. Tentu ada sebabnya mengapa sang raja memberi kami dengan uang recehan. Karena nilainya yang terlalu tinggi, susah mencari kembalian untuk koin emas. Kebanyakan toko di kota ini berdagang dengan koin perak, karena koin perak lebih sering dijumpai untuk bertransaksi.

“Tapi sudah pasti.”

...
Si pedagang budak itu tersenyum saat kutatap dia.

“Kau menunjukkan ini padaku karena kau tahu aku tak bisa membelinya, kan?”
“Ya. Anda pasti akan menjadi seorang yang terkemuka suatu saat, dan akan sangat tidak berkenan untuk kami jikalau anda tak tahu standar kami yang tinggi. Kami tak bisa membiarkan pedagang lainnya yang tidak kompeten menjual barang murahan pada anda.”

Di sisi lain dia seorang pria yang aneh.

“Ini adalah status dari si budak, untuk referensi anda.”

Si pedagang budak itu menunjukkanku sebuah kristal kecil. Sebuah ikon mulai bersinar dan kata-kata mulai muncul.

Battle Slave Lvl. 75
Spesies: Werewolf

Kemampuan serta keahlian lainnya juga ditampilkan. 75... hampir 20 kali lipat dari levelku. Betapa mudahnya bertempur dengan seseorang sekuat ini dalam perintahku? Sepertinya dia lebih kuat daripada pahlawan lainnya saat ini. Walau harganya sebanding dengan kualitasnya.
Karena keadaan kesehatannya yang buruk, mungkin masih akan ada sisi buruk yang dia perbuat walau dia menuruti perintahku. Dan apakah harga ini sudah termasuk dengan biaya masalah yang lainnya?

“Makhluk ini sebelumnya pernah bertarung dalam Colosseum. Saya mengambilnya ketika dia dibuang karena dia kehilangan lengan dan kakinya.”
“Huh.”

Jadi makhluk ini adalah model cacat. Walaupun levelnya tinggi, dia lemah.

“Sekarang anda telah melihat produk terbaik kami, budak jenis apa yang anda mau?”
“Sesuatu yang murah dan tidak cacat.”
“Bukan untuk bertarung maupun bekerja? Jadi sesuai dengan rumor yang beredar...”
“Aku tak melakukannya!”
“Hu hu hu, apapun yang terjadi, itu tak menjadi masalah bagi saya. Jadi seperti apa kualitas lainnya yang anda cari?”
“Makhluk lokal pasti akan merepotkan. Dan tentu saja bukanlah seorang budak sex.”
“Huh... sepertinya rumor tersebut benar-benar salah.”
“... Aku tak melakukannya.”

Yah, aku bisa berkata demikian karena memang aku tak melakukannya. Apa yang aku butuhkan saat ini hanyalah seseorang yang bisa mengalahkan seekor monster untukku, selama mereka bisa berguna untukku.

“Jenis kelamin?”
“Aku lebih menyarankan laki-laki, tapi aku tak terlalu memperdulikannya.”
“Huh...”

Pedagang budak itu mengelus dahinya.

“Kualitasnya tidak terlalu bagus untuk dianggap sebagai seekor peliharaan. Apa tidak masalah?”
“Memang peduli apa aku dengan tampangnya?”
“Meskipun levelnya mungkin masih rendah?”
“Kalau aku menginginkan kekuatan, aku akan melatihnya sendiri.”
“...Sebuah jawaban yang lucu untuk seseorang yang tak percaya pada siapapun.”
“Seorang budak bukanlah manusia, kan? Melatih seorang budak tak ada bedanya dengan berlatih menggunakan perisaiku ini. Jadi selama dia tak memberontak padaku, berarti aku bisa melatihnya.”
“Saya mengerti apa yang anda maksud.”

‘Fu fu’. Pedagang budak itu menahan tawanya.

“Silahkan kemari.”

Kami berjalan melalui tenda yang berisi kandang-kandang untuk beberapa menit, melewati daerah yang ribut ke daerah yang lebih tenang. Aku mengalihkan pandanganku baik ke muda-mudi dan orang tua dengan wajah kusut. Setelah berjalan sedikit lebih jauh, pedagang budak itu berhenti.

“Mereka adalah yang termurah yang kami sediakan, Tuan Pahlawan.”

Dia berkata demikian sembari menunjuk ke tiga kandang budak. Yang pertama adalah pria bertelinga kelinci berumur sekitar 20 tahun dengan lengan yang bengkok ke sudut yang aneh. Yang kedua adalah gadis kerempeng berumur sekitar 10 tahun dengan telinga anjing bundar dan sebuah ekor gemuk yang aneh, menggigil dan batuk-batuk ketakutan. Yang ketiga adalah seekor lizardman buta. Dia memancarkan sebuah aura jahat yang aneh, tetapi, dia lebih terlihat seperti manusia daripada seekor lizardman.

“Dari kiri ke kanan, kami punya seekor spesies kelinci dengan penyakit genetik, seekor spesies rakun penderita penyakit dan kepanikan, dan seekor beastman lizardman.”

Ah, jadi yang ketiga adalah seekor beastman.

“Mereka semua bermasalah.”
“Hanya mereka yang memenuhi persyaratan anda. Yah, sebetulnya sesuatu yang lebih rendah dari ini...”

Pedagang budak itu menengok ke belakang. Aku pun melihat ke sana. Aku bisa merasakannya dari kejauhan; sebuah bau kematian. Bau menyengat itu sama seperti salam pemakaman. Sesuatu di dalam sana...
Bau busuk juga tercium dari sana. Aku tak ingin melihatnya; di sana pasti ada sesuatu yang menyeramkan.

“Omong-omong, berapa harganya?”
“Dari kiri: 25, 30, dan 40 koin perak.”
“Dan level mereka?”
“5, 1, dan 8.”

Dilihat dari keadaannya saat ini, beastman lizardman itu adalah pilihan terbaik. Tapi harga dan penyakit genetiknya, apalagi dia juga sangat kurus.
Walau pria kelinci itu tak bisa menggunakan salah satu tangannya, anggota tubuh lainnya baik-baik saja. Ekspresinya sangat mengerikan... walau yang lainnya di sini juga sama saja.

“Omong-omong, mereka terlalu diam.”
“Mereka akan dihukum jikalau mereka berisik.”
“Jadi begitu.”

Entah apakah mereka dilatih dengan baik, atau pedagang ini tak menunjukkanku yang tak terlatih. Lizardman itu mungkin akan berguna dalam pertarungan, tapi tidak untuk yang lainnya.

“Mengapa yang di tengah sangat murah?”

Walau dia sangat kurus dan penakut, dia tetaplah seorang gadis. Walau wajahnya memang tidak terlalu rupawan. Seekor spesies rakun, istilahnya musang rakun. Tapi seorang gadis yang mirip manusia bisa saja dijual untuk keahlian lainnya.

“Spesies rakun itu semacam ras rendahan. Kalau saja dia adalah spesies rubah, mungkin dia bisa terjual dengan harga tinggi walau punya beberapa masalah.”
“Aku mengerti...”

Kalau begitu terlalu buruk untuk dijadikan peliharaan.

“Wajahnya di bawah rata-rata dan dia mengalami kepanikan saat malam hari, jadi kami kesulitan menghadapinya.”
“Jadi seperti ini barang yang ada di persediaanmu?”
“Wah, itu sungguh menusuk hati.”

Dibanding yang lain, dia tak cocok untuk bekerja. Levelnya juga yang terendah di antara yang lain. Sulit untuk memutuskan mana yang terbaik di antara mereka bertiga.
Mata kami bertemu.
Kemudian. Aku sadar emosiku tiba-tiba melonjak dari lubuk hatiku. Ya. Yang satu ini perempuan, sama seperti wanita jalang itu. Melihat ke matanya yang ketakutan, aku bisa merasakan keinginan kuatku untuk menguasainya. Bagus juga kalau membayangkannya seperti aku memperbudak wanita itu. Jadi walaupun aku mati, arwahku takkan mengemban kekesalan sebesar itu.



“Akan kubeli budak yang di tengah itu.”
“Seringai lebar mengerikan anda terlihat sangat memuaskan.”

Pedagang budak itu mengeluarkan kuncinya, membiarkan gadis rakun itu keluar dari kandang, dan merantai lehernya.

“Heee!?!”

Melihat ke arah gadis yang ketakutan itu, aku merasa sangat puas. Sungguh perasaan yang sangat nikmat membayangkan wanita jalang itu membuat ekspresi yang sama dengannya.
Menyeret gadis itu bersamanya, si pedagang budak itu kembali dan memanggil seseorang dari dalam tenda yang setengah terbuka untuk membawakan sebuah guci. Lalu, dia tuangkan sedikit tinta ke sebuah wajan kecil dan menyodorkannya padaku.

“Tuan Pahlawan, mohon teteskan darah anda kemari. Maka proses ritualnya akan selesai, dan budak ini pun akan menjadi milik anda.”
“Baiklah.”

Kugunakan sebuah pisau untuk menyayat jariku.
Kalau seseorang mencoba untuk menusukku, perisainya akan bereaksi. Tapi takkan bereaksi apa-apa kalau aku menyakiti diriku sendiri. Selebihnya, reaksinya tidak aktif saat di luar pertarungan.
Aku menunggu darahku mengucur keluar, lalu meneteskan beberapa tetes darahku ke dalam wajan. Pedagang budak itu menggunakan sebuah kuas untuk mengoleskan tintanya, lalu dia robek baju budak itu hingga ke perutnya dan dia gambarkan lingkaran sihir di tubuhnya.

“GYAAAAAAAAAAA!!”

Lingkaran sihir budak itu mulai bersinar, dan sebuah ikon muncul di layar statusku.

Mendapatkan seorang budak.

Sebuah pesan dengan perjanjian kesepakatan pengabdian muncul. Berbagai kesepakatan dan kondisi dipaparkan. Aku membacanya cepat dan mengatur tingkat hukuman pembangkangannya menjadi sangat menyakitkan. Kuperiksa ikon rekan di samping daftar budak.
Karena aku tak tahu namanya, ‘Budak A’ tertulis di sana. Sepertinya aku bisa mengubah ketentuannya sesuai keinginanku. Akan kubaca lebih rinci nanti.

“Sekarang, budak ini milik anda, Tuan Pahlawan yang Bijak. Mohon selesaikan transaksi anda.”
“Ya.”

Kuserahkan 31 koin perak kepadanya.

“Maaf, lebih 1 koin.”
“Itu untuk biaya ritualnya. Lagian, kau juga nanti akan minta, kan?”
“...Anda sungguh mengerti saya.”

Kalau aku membayar pelayanannya dari awal, dia tidak akan mengeluhkannya lagi. Tapi kalau dia berencana meminta lebih, apa yang harus kulakukan?

“Yah, tak apa. Karena kami juga sekaligus cuci gudang.”
“Omong-omong, sebenarnya berapa biaya ritualnya?”
“Haha, pelayanan kami sudah termasuk dalam 30 koin perak tersebut.”
“Benar begitu? Yah, apa boleh buat.”

Pedagang budak itu tertawa, aku juga ikut terkikik.

“Anda sungguh terlalu licik! Saya terkejut.”
“Aku tak peduli kau mau menyebutku apa.”
“Akan kami tunggu kunjungan anda yang selanjutnya.”
“Pasti.”


Aku menyuruh budak itu untuk mengikutiku dan pergi meninggalkan tenda sirkus itu. Budak itu membuntutiku dengan semacam ekspresi gelap.

“Katakan siapa namamu.”
“...*Uhuk*...”

Tak mau menjawab pertanyaanku, dia memalingkan wajahnya. Tapi itu sungguh tindakan yang bodoh. Budak itu membangkang perintahku, jadi hukumannya pun diaktifkan.

“A, UUHHHHHHH!”

Budak itu menahan dadanya kesakitan.

“Sekarang, katakan, siapa namamu.”
“Raphtalia...*Uhuk* *uhuk!”
“Raphtalia? Baiklah, ayo pergi.”

Setelah memberitahukan namanya, hukumannya berhenti dan Raphtalia bisa bernapas lagi. Sembari kutarik tangannya, aku terus berjalan melalui gang-gang kecil kota.

“...”

Raphtalia memandang ke arahku, memandang tangan yang menariknya, dan sembari berjalan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar